Jumat, 01 Maret 2013

Batik Negeriku

~Batik Budayaku~


        Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.

Sejarah teknik batik

Tekstil batik dari Niya (Cekungan Tarim), Tiongkok
Detail ukiran kain yang dikenakan Prajnaparamita, arca yang berasal dari Jawa Timur abad ke-13. Ukiran pola lingkaran dipenuhi kembang dan sulur tanaman yang rumit ini mirip dengan pola batik tradisional Jawa.
        Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
        G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
        Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
        Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
      Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Hugh Clifford merekam industri di Pekan tahun 1895 bagi menghasilkan batik, kain pelangi, dan kain telepok.

Budaya batik

Pahlawan wanita R.A. Kartini dan suaminya memakai rok batik. Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk para bangsawan
      Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
        Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut
        Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari Bedhoyo Ketawang di keraton jawa.

Corak batik

       Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Cara pembuatan

        Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

Jenis batik

Pembuatan batik cap

Menurut teknik

  • Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
  • Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
  • Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.

Menurut asal pembuatan

Batik Jawa
        batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.

Motif Batik

Berdasarkan daerah asal

Berdasarkan corak


Permainan Tradisional Nusantara

Macam Permainan Tradisional Nusantara

PERMAINAN MASYARAKAT JAWA

A) Dimainkan Oleh Anak Laki-laki:

campur
Permainan Layangan

Permainnan ini terbuat dari kertas tipis dan bambu dengan ukuran sebesar lidi untuk dibuat kerangka yang berbentuk macam-macam sesuai keinginan si pembuat. Bentuk pelaksanaan permainannya bersifathiburan, rekreatif, dan kompetitif.
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dengan tidak mengenal batas usia dan tidak pandang kaya atau miskin.
Permainan Yoyo
Sebuah benda yang terbuat dari kayu dibentuk menyerupai roda berbelah dan berporos di bagian dalam, untuk memainkan alat tersebut dengan bantuan tali yang pada kedua ujungnya disatukan pada kalep dari bahan kulit yang dikaitkan pada poros tersebut. Bentuk permainannya bersifat hiburan dan dimainkan secara tunggal, dan biasanya dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia antara 7 - 15 tahun.
yoyo
images-521



Permainan Wayang Kaper

Dalam bahasa Melayu Kuno Wayang berarti bayangan sedangkan Kaper berupa kupu-kupu kecil yang terbang pada malam hari. Berarti wayang kaper berarti suatu pertunjukan wayang dalam ukuran kecil dan biasanya dilakukan oleh anak laki-laki. Pertunjukan ini biasanya hanya sebagai latihan mendalang, memainkan anak wayang, dan memvisualkan jalan ceritanya, serta tidak diiringi dengan musik gamelan.
Permainan Marraga/Akraga
Marraga/mandaga berasal dari bahas Bugis yang artinya bermain atau bersepak raga, sedangkan orang Makasar menyebutnya akraga.
Permainan ini berasal dari jenis peralatan permainan yang digunakan yaitu raga atau sejenis bola yang terbuat dari rotan yang terbelah-belah diraut halus kemudian dianyam (sekarang dikenal sebagai bola takrow). Jumlah pemain sekitar 5-15 orang dengan tingkat usia anak-anak sampai dewasa dan pada umumnya anak laki-laki.
takraw
begasing
Permainan Begasing
Bagasing ini terbuat dari kayu ulin yang sangat keras dengan bentuk bagian atas bulat disebut kepala dengan diameter 1,5cm, tinggi 2 cm pada bagian puncak dibuat agak miring, sedangkan ditengan berbentuk bulat semakin kebawah semakin runcing. titik pertemuan ini harus pada pertengahan sehingga gasing ini seimbang, tinggi gasing 10-15 cm, cara bermainnya dengan bantuan tali, yaitu menarik tali tersebut sehingga gasing terlepas ketanah dan berputar. Permainan ini biasanya dilakukan oleh 2-4 orang anak-anak maupun dewasa dan khususnya laki-laki.

B) Permainan Oleh Anak Perempuan:
Permainan Beklen (Bekel)
bekelPermainnan bekel ini merupakan adu ketangkasan antara 2 atau 4 orang anak perempuan yang berumur 7-12 tahun, alat yang dipergunakan adalah bola bekel dari karet berdiameter 3cm dan kulit kerang atau kewuk/kuningan yang berjumlah 10 buah.
Permainan Congkak
Permainan ini dilakukan oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa, pemain berjumlah 2 orang, alat yang digunakan dari kayu berbentuk sperti perahu dengan panjang 80cm dan lebar 15 cm, dan tinggi 10 cm, pada kedua ujungnya terdapat lubang yang disebut indung atau induk.
diantara ke2 induk terdapat lubang kecil beriameter 5 cm dan setiap deret berjumlah 7 lubang, lubang tsb diisi dengan biji-bijian sebagai alat bermain
.
congklak
Permainan Dhakonan
Dhakon atau congklak biasanya dimainkan oleh anak perempuan berjumlah 2 orang, alat ini terbuat dari kayu menyerupai perahu dikedua ujungnya bermotif naga dalam posisi lebih tinggi, alat ini mempunyai cekungan besar di kedua ujung , dan cekungan kecil berjumlah ganjil 7 atau 9 buah berjajar sepanjang badan perahu.
Permainan Encrak
Permainan ini dilakukan oleh dua hingga empat orang anak wanita dengan menggunakan kerikil atau biji-bijian, dari kerikil tsb. diambil salah satu buah sebagai kokojo, permainan dilakukan dengan cara membalikkan telapak tangan yang mewadahi kerikil, sehingga tertumpah, dan diupayakan tertahan oleh punggung tangan kemudian kokojo tsb dilempar keatas dan ditangkap kembali, pada saat kokojo ada diudara kerikil yang berserakan diambil satu persatu atau lebih, pergantian pemain dilakukan apabila kerikil tsb tidak dapat di tangkap.

kokojo
keang
Permainan Kerang
Permainan ini dilakukan diatas lantai rumah yang dilakukan oleh anak perempuan berusia 8 - 14 tahun dengan jumlah pemain 2-5 orang atau lebih yang dilakukan sendiri atau kelompok. Permainan menggunakan kulit kerang berjumlah 12 atau 18 asal dalam jumlah kelipatan enam dan menggunakan bola kasti.


C) Dilakukan OlehAnak-anak:
asya
Permainan Nsya Asya/Tok Asya’
Istilah Nsya artinya menggelinding lingkaran rotan, Asya artinya tali rotan dan lingkarannya, sedangkan Tok Asya artinya melempar atau menikam lingkaran dengan tombak kayu/nibung. Jadi istilah nsya asya/tok asya berarti menggulingkan atau melarikan roda dari arah lawan yang satu ke arah yang lainnya sambil melempar atau menikam.
Permainan ini merupakan permainan tradisional yang bersifat rekreasi dan dilakukan oleh anak-anak kaum pria saja. dan biasanya diikuti oleh 2 sampai dengan 20 orang (berimbang).
Permainan Batu Lele
Permainan ini merupakan bentuk adu ketangkasan dan hiburan bagi anak-anak. Peralatan yang digunakan adalah 2buah tongkat yang terbuat dari rotan atau kayu bulat dengan panjang perbandingan 1:3 tongkat yang pendek disebut anak sedang yang panjang disebut induk. Cara bermainnya yaitu dengan menggali lubang pada tanah dengan posisi miring sekitar 25 derajat, kemudian memukul ujung anak tongkat tsb sampai terangkat keatas yang kemudian disusul dengan pukulan berikutnya.
balap-karung
Permainan Ketekhan
Ketekhan berasal dari bahas Lampung yang artinya kitiran.
Permainan ini digolongkan pada permainan rekreatif dan kompetitif
, permainan ini dilakukan oleh anak-anak dengan jumlah pemain 2 atau lebih, permainan ini terbuat dari karet yang dilubangi dari atas sampai bawah kemudian dilengkapi dengan baling-baling, serta benang sehingga dengan menarik benang tersebut baling-baling dapat berputar.
Permainan Manuk kurung
Manuk kurung berarti ayam kurungan. Permainan ini dilakukan anak laki-laki dan bersifat hiburan. Ketentuan bermain dengan membentuk kelompok atau regu yang masing-masing regu akan menunjuk satu ketua yang disebut pakembar, kemudian setiap regu bersembunyi untuk memilih pemain yang berperan sebagai ayam, setelah terpilih kemudian dikurung dengan sarung, selanjutnya kedua ketua membawanya kearena untuk saling mengelabuhi sesama ayam dalam kurungan tersebut.
Permainan Bedil Locok
Permainan Bedil Locok berasal dari daerah Lampung yang artinya senapan locok. Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dan berjumlah antara 2 atau lebih yaitu dari salah satu pemain sebagai penembak dan yang lainnya sebagai pemain yang ditembak. Senapan locok ini terbuat dari bambu, diameter 0,5 cm panjang 20-25 cm dengan alat pelocoknya, sedangkan sebagai peluru digunakan beberapa tandan buah sermi (sebangsa tumbuhan belukar yang buahnya bertandan dan bulat).

Permainan Pulu-pulu
Pulu-pulu dalam bahasa Sangihe Talaud artinya hulu atau penghulu, berarti bermain pulu-pulu sama dengan bermain penghulu- penghuluan. permainan ini dilakukan oleh kaum pria pada waktu petang atau malam hari ditepi laut atau halaman yang luas sebagai latihan ketangkasan fisik dan juga ketahanan mental. Alat yang diperguanakan adalah tempurung sebagai sepatu diikat dengan tali ijuk dan dipegang kedua tangan. jenis perlombaannya yaitu dengan cara lari menggunakan sepatu dari tempurung tersebut sampai garis finish.
D) Dilakukan orang dewasa:
Permainan Calung
Pada mulanya calung adalah nama Kaulinan urang lembur yaitu permainan masyarakat yang bertujuan untuk menghibur diri, alat yang dipakai adalah bilah-bilah bambu yang disusun berantai dengan tali, mulai dari yang berukuran pendek sampai panjang.
Sekarang calung merupakan seni pertunjukan dengan dikombinasi alat musik berupa melodi, penerus, bonang, jengglong, gong dan kosrek. Permainan calung berfungsi sebagai media informasi dan publikasi melalui dialog antar pemain dengan penuh improvisasi yang sifatnya menghibur serta diselingi lagu-lagu daerah yang khas dari Jawa Barat.
Permainan Bahempas
Bahempas berasal dari bahas dayak yang berarti memukul. Permainan ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat kwangkai, ngungu tahunan dan upacara panenan. Peralatan yang dipakai dalam permainan ini antara lain: tameng, rotan bulat, ikat kepala, sarung tangan dan diiringi dengan musik gong dan kelentang. Setelah musik dibunyikan semua orang berkumpul disuatu lapangan dengan membuat lingkaran, dan selanjutnya para pemain masuk kedalamnya untuk memulai pertandingan tersebut.
Permainan No Maca (permainan macan)
Permainan ini mempunyai hubungan dengan peristiwa kedudukan, karena hanya dapat dimainkan pada malam ke 1, 3, 7 dan 40 di rumah duka, pemain tidak terbatas asalkan berpasangan setiap satu pasang terdiri 2 orang yang saling berhadapan. alat yang dipergunakan adalah papan nomaca (tempat bermain) biji-bijian, 16 buah ukuran kecil dan 16 buah ukuran sedang yang berlainan warna, untuk dpasang kedalam papan yang sudah diberi garis-garis sebelumnya.
Pemain yang terlebih dahulu biji buahnya habis dalam arena maka dinyatakan kalah.
Permainan Caci (ketangkasan memukul/mencambuk)
Caci berasal dari bahasa Manggarai (NTT) ci gici ca yang berarti satu demi satu. Permainan ini dimainkan oleh kaum pria baik secara perorangan maupun antar suku. Permainan caci tercipta dari gerakan-gerakan perkelahian pada masa itu, seperti memukul, menangkis, menendang dsb. Permainan ini bersifat kompetitif, syukuran, kegembiraan, dan kekeluargaan yang mengandung nilai-nilai relegius-magis. Pada mulanya permainan ini dilakukan pada pesta-pesta adat , dan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewa tertinggi Mori Kraeng agar terhindar dari hama penyakit, sedangkan pada saat ini dilaksanakan pada upacara perkawinan dan perayaan hari-hari besar nasional yang bertujuan untuk menyemarakkan keramian suasana.

Permainan Baleba
Permainan Baleba ini dilakukan oleh 2 orang laki-laki dewasa dengan memakai alat 2 potong kayu panjang 50 cm, dengan diiringi musik gendang.
Permainan ini dilaksakan pada kegiatn upacara adat seperti khitanan, perkawinan dan acara keramaian lainnya. Permainan ini dilakukan dengan saling memukul lawannya dan masing masing berusaha agar pukulannya tidak mengenai tubuh mereka, pada saat musik dibunyikan semakin keras permainan akan semakin seru pula.


E) Menggunakan Peralatan:
Permainan Mappadendang
Mappadendang berasal dari Bugis artinya dendang atau dekko yang berarti irama atau alunan bunyi. Permainan ini dilakukan oleh remaja putra-putri dan terikat suatu acara adat apapun. Peserta 6-15 orang, dengan peralatan lesung (tempat menumbuk padi) dan alu. cara bermain masing-masing pemain memegang alu dan memukul lesung dengan judul-judul irama tradisional, permainan ini biasanya dilakukan setelah musim panen padi atau pada acara perkawinan oleh para sinoman sewaktu istirahat.
Permainan Parise
Parise berarti Perisai, yang pada jaman dahulu merupakan permainan persembahan kepada Sultan Bima dan upacara adat perkawinan putra raja, khitanan, maulid Nabi, pelantikan raja di istana. Permainan ini masing-masing membawa alat yang berupa tende, teta dan cambuk. Setiap pasangan saling mencambuk 3 kali, kemudian diganti pasangan yang lain. Jika pemain sudah selesai giliran mencambuk, maka pihak penangkis mencampakkan teta ke tanah, lalu kedua pemain bertukar alat untuk memulai saling mencambuk.
Permainan Bedil bambu
Permainan tradisional ini hampir ada diseluruh daerah yang berada di indonesia hanya saja namanya tentu berbeda-beda, permainan ini terbuat dari bambu dengan panjang 1-3 meter, pada semua bagian ruas dilubangi selain pada bagian pangkal yang hanya dilubangi atasnya selebar ibu jari, selanjutnya dimasukkan kain yang disertai dengan minyak tanah.
Permainan ini biasanya dilakukan pada malam hari terutama pada bulan puasa dan menjelang hari raya indul fitri.
Permainan Egrang
Egrang terdiri dari 2 potongan bambu sepanjang 210 cm dengan injakan kaki 30 cm, cara bermain egrang ini sangat membutuhkan keseimbangan badan si pemain, yaitu dengan cara menaruh kedua tapak kaki pada injakan dan ke2 tangan memegang tongkat bagian atas. Permainan ini dapat juga diperlombakan yaitu dengan menempuh jarak 100-200 meter untuk terlebih dahulu mencapai garis finish.

Permainan Makepung
Permainan ini berasal dari daerah Bali yang merupakan permainan bertanding dan bersifat ketrampilan fisik, dilakukan di tanah lapang atau persawahan. Peralatan yang diperguanakan dalam permainan ini antara lain: cikar, uga, keroncongan, pecut dan binatang penariknya adalah dua ekor kerbau jantan atau sapi jantan dengan seorang sais. Permainan ini biasanya dipertandingkan kecepatan serta kesigapan kerbau atau sapi dalam menarik padi dari sawah ke rumah masing-masing.

F) Beberapa Jenis Permainan Tradisional Yang tanpa menggunakan peralatandan bisa dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan (gabungan):
Permainan Adang-adangan
Permainnan ini dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan dengan jumlah pemain minimal 6 orang, dalam permainan ini tidak menggunakan alat khusus, hanya diperlukan tempat yang luas dan terbuka diberi garis petak- petak sejumlah 8 buah yang masing-masing berukuran 3 meter bujursangkar.
Permainan Mappolo Becceng
Istilah Mappolo Becceng berasal dari (Bugis) sama dengan permainan Landar-Lundur (Jakarta), dalam permainan ini ada 2 pihak yaitu pihak jaga dan pihak jalan. Cara bermainnya regu jaga saling duduk menjulurkan kedua kakinya (selonjor), kemudian pihak jalan berusaha melompati susunan kaki pihak jaga.
Permainan Petak umpet
Permainan tradisional ini hampir ada diseluruh daerah yang berada di indonesia hanya saja namanya tentu berbeda-beda, pemain biasanya berjumlah genap 6 atau 8 orang. Dalam permainan ini biasanya dilakukan pada malam hari agar pada waktu bersembunyi tidak terlihat oleh si penjaga.
Permainan Nokaluri
Nokaluri adalah istilah dari Sulawesi Tengah yang artinya Hadang, permainan ini dilakukan oleh dua kelompok dan setiap kelompok berjumlah 5 orang, 1 orang bertindak sebagai pimpinan dan tidak menggunakan alat kecuali lapangan sebagai tempat bermain.
Bentuk permainan ini bersifat hiburan, namun terdapat unsur-unsur pendidikan, seni dan olah raga. Maka dari itu dalam permainan ini banyak aturan yang harus dipatuhi.

Corak & Pendukung Tari Indonesia

Sejarah Corak & Pendukung Tari Indonesia

Tari bercorak prasejarah atau tari suku pedalaman



Tari perang Papua dari Kabupaten Kepulauan Yapen.


Tari Kabasaran, Minahasa Sulawesi Utara.
     Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).
           Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan.Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq dalam suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan.

Tari bercorak Hindu-Buddha



Lakshmana, Rama dan Shinta dalam sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa.
          Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti Ramayana, Mahabharata dan juga Panji menjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan, Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.
        Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu Dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis tari topeng yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.

Tari bercorak Islam

               Sebagai agama yang datang kemudiam, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.
          Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari Saman Aceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.

Pendukung

Tari keraton



Tari Golek Ayun-ayun, dari Keraton Yogyakarta


Tari Jaipongan, tari tradisi rakyat Sunda
         Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.
           Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya—seperti di Jawa—juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli di Sumatera Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan warisan budaya Hindu-Buddhanya.

Tari rakyat

           Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.
         Tari Ronggeng dan tari Jaipongan suku Sunda adalah contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo dari Papua.

Rabu, 27 Februari 2013

Upacara Adat Sekaten Jogja

Upacara Sekaten Kraton Yogyakarta


       Di lingkungan Kraton Yogyakarta, setiap tahun diadakan upacara adat yaitu Sekaten atau lebih dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten. Karena sebelum upacara Sekaten dimulai, terlebih dahulu diadakan kegiatan 'pasar malam' selama satu bulan penuh. Tradisi ini sudah ada sejak jaman Kerajaan Demak (abad ke-16) dan diadakan setiap bulan Maulud, bulan ke-tiga dalam tahun Jawa, dengan lokasi di alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
      Asal usul istilah sekaten berasal dari kata 'sekati', yaitu nama dari 2 perangkat pusaka kraton berupa gamelan 'Kanjeng kyai Sekati' yang ditabuh dalam rangkaian peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain menyampaikan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena masyarakat menyambut hari Maulud dengan perasaan syukur dan bahagia pada perayaan pasar malam Sekaten di Alun-alun Utara.
       Ada pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasaldari kata 'syahadataini' dua kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat tauhid ( Asyhadu Alla ila-ha-ilallah) yang berarti: "Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah" dan syahadat rasul ( Waasyhadu anna Muhammadarrosululloh ) yang berarti :" Saya bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allah".
       Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, ada dua persiapan yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara, yaitu Gamelan Sekaten, Gending Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga dan perlengkapan lainnya termasuk naskah riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW.
       Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton Yogyakarta yang disebut Kanjeng Kyai Sekati, yang terdiri dari dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut adalah warisan pusaka yang dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat.
       Persiapan spiritual dilakukan beberapa waktu menjelang upacara Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang akan terlibat dalam upacara, sebelumnya mempersiapkan mental dan batin untuk mengemban tugas sakral tersebut. Khususnya bagi para abdi dalem yang akan bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan perpuasa dan siram jamas.
         Upacara Sekaten dimulai tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) pada sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Dihalaman Kemandungan atau Keben banyak pedagang kecil berjualan kinang dan nasi wuduk.
         Pada malam harinya, selesai waktu sholah Isya, para abdi dalem yang bertugas melaporkan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah abdi dalem mendapat perintah dan petunjuk dari Sri Sultan, maka dimulailah upacara sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
        Tepat waktu pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman Masjid Agung, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut. kecuali pada Kamis malam hingga selesai sholat Jum'at siang harinya.
        Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB., Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri Upacara Maulud Nabi Muhammad SAW dengan membacakan naskah riwayat Maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Penghulu. Upacara Maulud Nabi selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah selesai upacara semua perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali ke bangsal Kraton. Pemindahan gamelan menuju bangsal kraton ini merupakan tanda bahwa Upacara Maulud Nabi telah selesai dan keesokan harinya berganti dengan Upacara Grebeg Gunungan Sekaten.
        Upacara Grebeg Gunungan sekaten dilaksanakan tepat tanggal 12 Maulud pada pagi hari sekitar pukul 09.00- 10.00 WIB. Masyarakat yang sudah menunggu dan sudah menginap semalam, serta yang datang mulai pagi usai sholat Subuh biasanya sudah menunggu di depan Kraton dan di Alun-alun Utara. Grebeg Muludan ini merupakan puncak peringatan Upacara Perayaan Sekaten. Gunungan yang berisi hasil bumi, yaitu beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuran akan dibawa dari Istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung. Setelah diadakan upacara Do'a di Masjid Agung, Gunungan yang melambangkan kesejahteraan atau kesuburan Kerajaan Mataram ini siap diperebutkan masyarakat diluar halaman masjid. Biasanya sebelum arakan Grebeg Gunungan sampai di Alun-alun , beberapa pasang Gunungan akan habis menjadi rebutan masyrakat dalam hitungan detik


Sabtu, 23 Februari 2013

Gandrung Banyuwangi

TARI GANDRUNG



A.    Nama Tari         : Tari Gandrung


B.  Asal Tari              : Banyuwangi, Jawa Timur

C.  Tema                    : Untuk perwujudan puji syukur setelah masa panen

D.  Sejarah tani gandrung :

Kata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada  Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik gamelan . GANDRUNG merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju".  Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di yang terletak di ujung timur Pulau Jwa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.Instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu baola  telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
      Gandrung untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angkerGandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan  sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
      Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

E. Jenis tarian                        : Tradisional kerakyatan

F. Bentuk penyajian             : Berkelompok

G. Fungsi Tarian                  
Untuk sarana upacara adat, tarian gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan, dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.

H. Tata Busana                     :

  • Bagian tubuh :
- manik-manik
- ikat pinggang dan sembong
  • Bagian kepala :
- mahkota yang disebut omprok
- tambahan ornamen bunga ( cundhuk mentul )
  • Bagian bawah :
-    menggunakan kain batik
I.  Rias                        : rias cantik

J.  Properti                 : selendang, kipas

K. Musik Pengiring   :
·         Eksternal :
      - satu buah kemplung atau “GONG”
- satu buah “kluncing” (triangle)
- satu atau dua buah biola
- dua buah “gendhang”
- sepasang “Kethuk”.
·         Internal :
            - diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat)
- Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing.
- diselingi dengan “Saron” atau “Rebana” sebagai bentuk kreasi dan diiringi.